PMP Laporkan Dugaan Kasus Hukum Yang Libatkan Indra Pomi

PEKANBARU || jerathukum.com

Pemuda Millenial Pekanbaru meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dapat memeriksa harta kekayaan yang dimiliki Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru Indra Pomi.

Sebab ada dugaan bahwa LHKPN yang dilaporkannya tidak sesuai dengan fakta yang ada. Selain itu PMP juga meminta agar KPK bisa mengusut kembali keterlibatan Indra Pomi dalam kasus Korupsi proyek WaterFront City di Kabupaten Kampar. Yang diduga dalam kasus tersebut Indra pomi menerima aliran dana.

Permintaan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua PMP Teva Iris. Menurutnya laporan harta yang dimiliki oleh Indra pomi tidak semuanya yang disampaikan. Diduga ada harta yang sengaja tidak dilaporkan.

“Kami menduga LHKPN yang dilaporkan Indra Pomi hanya sebahagian dari harta kekayaan yang dimilikinya. Tidak mungkin LHKPN dari seorang Indra Pomi lebih kecil dari LHKPN yang dilaporkan oleh istrinya. Berdasarkan informasi yang ada Indra Pomi melaporkan LHKPN sebesar 1.086.170.000,- sedangkan LHKPN istrinya 1.195.000.000,-“,ujar Teva Iris.

“Bagaimana mungkin LHKPN seorang Indra pomi yang sudah beberapa kali memegang jabatan strategis baik itu di Pemerintaan Kabupaten Kampar maupun di Kota Pekanbaru hanya melaporkan LHKPN sebesar 1,086 juta saja. Sedangkan istrinya yang baru jadi dewan dikampar selama 5 tahun punya harta yang lebih besar dari Indra Pomi. Kuat dugaan bahwa Indra Pomi tidak melaporkan semua harta kekayaan yang dimilikinya”. sambung Teva lagi.

” Untuk itu kami meminta kepada KPK dan PPATK agar bisa memanggil dan memeriksa harta kekayaan yang dimiliki Indra Pomi. Selain itu aliran dana yang mengalir pada Indra Pomi harus bisa ditelusuri. Agar bisa diperoleh titik terang dari masalah tersebut. Apa yang menjadi penyebab Indra Pomi punya LHKPN yang lebih kecil dari Istrinya.” jelas Ketua PMP Pekanbaru ini.

Selain itu permasalahan dari Indra Pomi tidak hanya soal LHKPN. Kuat dugaan Indra Pomi juga terlibat dalam kasus Water front City diKampar. Saat itu Indra Pomi selalu kadis Bina Marga dan Pengairan kabupaten Kampar. Diduga menerima aliran dana dari proyek tersebut. Untuk itu harus bisa dilakukan pemeriksaan soal kebenaran terlibatnya Indra Pomi dalam kasus tersebu.

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Adnan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pembangunan jembatan waterfront pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar serta I Ketut Suarbawa selaku Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya sekaligus Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya.

Dari fakta persidangan Adnan diduga menerima uang sekitar Rp 1 miliar yang diduga merupakan fee sebesar 1 persen dari nilai total kontrak pembangunan jembatan tersebut senilai Rp 15.198.470.500. Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka. Semua terlihat jelas dalam amar putusan yang dibacakan dalam hasil sidang dengan nomor putusan: Nomor 10/Pid.Sus -TPK/2021/Pn. Keputusan tersebut dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2021.

“Jadi aneh rasanya jika pejabat pembuat komitmen saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Padahal saat itu Indra Pomi memiliki pengaruh yang besar dan peran yang sangat penting.Tidak logis rasanya jika Adnan melakukan hal itu tanpa sepengetahuan kepala dinas. Dalam pemenang tender saja sudah jelas jelas diarahkan agar PT Wijaya Karya jadi pemenang.Tentu ini sepengetahuan Indra Pomi. Jadi kuat dugaan kolusi tersebut juga sudah direstui dan diketahui oleh Indra Pomi “, jelas Teva Iris

“Untuk itu saat ini PMP sedang menyiapkan surat aduan pada KPK agar bisa memeriksa Indra Pomi. Selain itu saat ini PMP juga dalam tahap mengumpulkan bukti bukti agar laporan yang disampaikan lebih kuat karena dilengkapi bukti bukti PMP akan terus konsisten untuk memerangi semua bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Rencananya Laporan akan langsung disampaikan oleh PMP langsung kekantor KPK. Supaya masalah ini cepat dapat titik terangnya.Semua bertujuan agar jalan roda tidak terganggu oleh orang orang yang suka berbuat nakal dengan mempermainkan anggaran

[T. Hendra Yuda]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *