JAKARTA || jerathukum.com
Residivis Alvin Lim, terpidana 4,5 tahun terkait pemalsuan KTP, baru-baru ini koar-koar melalui penyebaran beberapa pernyataan pers-nya yang terkesan menyudutkan Polri yang kata dia tidak profesional. Selain Polri, pimpinan LQ Lawfirm itu juga menyebarkan fitnah dan berita bohong terhadap orang-orang yang tidak disukainya, antara lain terhadap Natalia Rusli dan Raja Sapta Oktohari.
Menanggapi fenomena tersebut, tokoh pers nasional, Wilson Lalengke, mengatakan bahwa residivis itu berkemungkinan besar memiliki smartphone dan atau laptop dengan akses internet di dalam penjara. “Yaa, jika dilihat dari isi beberapa pernyataan pers-nya, sangat mungkin dia punya smartphone di Lapas Salemba. Bahkan, mungkin ada laptop dengan akses internet di dalam sana,” ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu kepada jaringan media se-nusantara, Jumat, 17 Maret 2023.
Oleh karena itu, lanjut Wilson Lalengke, dia berharap agar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM dapat segera membenahi secara total Lapas Salemba. “Lapas Salemba ini selalu bermasalah, dari soal makanan warga binaan, narkoba, pungli, dan sekarang soal residivis Alvin Lim yang diduga kuat menyimpan handpone dan laptop di kamar tahanan. Ditjenpas harus segera membenahi secara total lapas itu, termasuk mengevaluasi Kalapas dan jajarannya,” ungkap lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, ini.
Dari penelusuran lapangan, ternyata residivis Alvin Lim yang masuk penjara pertama kali karena kasus pidana pengrusakan dan penculikan anak, itu masih aktif berinteraksi di group WhatsApp bersama rekan-rekannya. “Kalapas sudah pasti bocor halus pak. 1000%. Sampai detik inipun AL masih wa2 an di group media dia kok,” ungkap narasumber yang tidak ingin namanya dipublikasikan.
Narasumber ini juga mengatakan bahwa press release dari residivis Alvin Lim selalu menggunakan nama dan sosok fiktif. Dia sering menggunakan nama Sugik dan Bambang Hartono yang dalam press release-nya disebut sebagai Humas LQ Lawfirm.
“Saya pastikan nama Bambang Hartono tidak ada di LQ Lawfirm. Itu nama fiktif, tidak ada orangnya. Kalau Sugik, itu kawan Alvin. Mereka ketemu di penjara saat dia pertama kali masuk jeruji besi. Tapi khabarnya Sugik ini sudah meninggal lama, namanya masih selalu dipakai untuk kamuflase di publik,” tambah narasumber lainnya yang mengaku sebagai salah satu orang terdekat residivis ini sebelum yang bersangkutan didepak dari LQ Lawfirm.
Selain meminta agar pihak berwenang membenahi Lapas Salemba, Wilson Lalengke juga menghimbau agar Alvin Lim yang pernah memberikan bantuan Rp. 500 ribu kepadanya saat berproses hukum di Lampung Timur lalu, bisa sedikit meredam gejolak aneh dalam dirinya. “Penjara itu sesungguhnya dapat menjadi kampus kehidupan, bisa juga jadi tempat ibadah, tempat olahraga, tempat rekreasi, dan tempat menjalin silahturahmi yang baik dengan banyak orang di dalam sana. Jangan habiskan waktu untuk memikirkan masalah orang-orang di luar. Sudah ada yang urus Natalia, Oktohari, Henry Surya, dan lainnya. Fokuslah untuk membenahi diri sendiri selama di dalam tahanan,” tuturnya dengan nada menghimbau.
Kepada teman-teman wartawan dan media massa di tanah air, Wilson Lalengke yang merupakan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu berpesan agar menjadi wartawan dan atau pewarta yang selalu berpikir dan berpihak kepada publik pembacanya. Untuk itu, para wartawan semestinya tidak menyuguhi publik dengan informasi yang berisi fitnah, bohong, dusta dan tidak berdasarkan fakta lapangan.
“Sayang sekali jika media-media mempublikasikan informasi tentang hal di luar jangkauan narasumber untuk mengetahui fakta sesungguhnya. Misalnya mempublikasikan press release dari residivis Alvin Lim dari dalam penjara, terkait masalah-masalah di luar penjara. Tidak mungkin Alvin Lim bisa memverifikasi informasi yang diterimanya karena dia tidak bisa keluar untuk melakukan investigasi lapangan,” beber Wilson Lalengke.
Apalagi, lanjutnya, Alvin Lim orang hukum. Semua informasi dan pernyataannya harus didasarkan fakta hukum, didasarkan pada data dan dokumen valid yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. “Alvin Lim mengaku sebagai orang hukum, yang oleh sebab itu dia tidak boleh sembarangan bicara tanpa dia sendiri punya informasi dan data valid secara hukum. Orang hukum tidak boleh beropini dan berandai-andai. Berbeda dengan pengamat dan LSM, yang bisa menyampaikan informasi berdasarkan gejala-gejala dan pemikiran orang tentang sesuatu untuk diuji kebenarannya,” tambah Wilson Lalengke mengakhiri keterangannya.
( Niko )