JAKARTA || jerathukum.com
Apabila pada putusan terakhir di paripurna terjadi perubahan keputusan Panja RUU Kesehatan pada hari ini terkait penyelenggaraan jaminan sosial. Diduga kuat terjadi upaya ‘mengganggu’ aset dan dana amanah melalui norma hukum RUU Kesehatan.
Dr. Rieke Diah Pitaloka, Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) sampaikan, Pengaturan Jaminan Sosial Nasional dalam RUU Kesehatan dalam draft Pemerintah penyelenggaraannya tidak lagi berada secara langsung di bawah Presiden.
Akan tetapi, ungka Rieke bahwa ‘diubah di bawah koordinasi Menteri Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja’. Demikian ujar inisiator UU BPJS menyampaikan dalam keterangan tertulis singkatnya ditulis saat di Palembang Sumatera Selatan pada hari kamis 8 Juni 2023 dirilis. Jakarta
Kemukanya, Perubahan pengaturan ini terindikasi kuat terkait dengan adanya upaya pihak-pihak tertentu yang mencoba mengutak-atik akumulasi aset dan dana amanah di BPJS.
” Tercatat dalam laporan pembukuan akhir tahun 2022 akumulasi dana iuran pekerja dan pemberi kerja sebesar Rp. 200 triliun di BPJS Kesehatan dan Rp. 645 Triliun di BPJS Ketenagakerjaan,” imbuhnya
Pada rapat Panja RUU Kesehatan antara Komisi IX DPR RI dan Pemerintah (dipimpin Sekjend Kementerian Kesehatan RI), Kamis 8 Juni 2023, sekitar pukul 16.00 WIB diputuskan dikembalikan pada aturan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS)
Sementara, Daftar Inventarisir Masalah (DIM) 2643-2790 menyangkut aturan jaminan sosial, sebanyak 147 DIM, diputuskan dihapus.
Adapun pengaturan terkait jaminan sosial yang diatur hanya meliputi:
DIM: 2638
(1) Pendanaan Upaya Kesehatan perorangan melalui penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
DIM 2639
(2) Program jaminan kesehatan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat wajib bagi seluruh penduduk.
(2a) Program jaminan kesehatan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar masyarakat memperoleh manfaat pemeliharaan dan perlindungan kesehatan guna memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
(2b) Kebutuhan dasar kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) merupakan kebutuhan esensial yang menyangkut pelayanan kesehatan perseorangan baik promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif sesuai dengan siklus dan epidemiologi tanpa melihat sosial ekonomi dan penyebab masalah kesehatan.
DIM 2642
(3) penduduk yang ingin mendapat manfaat tambahan dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan dan/atau dibayar pribadi
DIM 2643:
(4) Manfaat tambahan melalui asuransi kesehatan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dapat dibayarkan oleh pemberi kerja dan/atau dibayar pribadi, yang dilaksanakan dengan koordinasi antar PENJAMIN kesehatan lainnya.
Dengan demikian penyelenggaraan jaminan sosial nasional dan pengelolaan aset dan dana amanah jaminan sosial dikembalikan pada ketetapan hukum dalam UU SJSN dan UU BPJS, tukas Rieke
Untuk itulah, ujarnya menyebutkan,”Mohon pengawalan dari segenap elemen bangsa, termasuk dari KPK RI dan Kejaksaan Agung untuk pencegahan jangan sampai ada transaksi pasal dan ayat dalam pembahasan RUU Kesehatan,”
Khususnya kepada Sekjend Kemenkes RI sebagai pimpinan perwakilan Pemerintah dalam pembahasan RUU Kesehatan.
Di samping itu,” Mengingatkan pula kepada Kementerian Keuangan, khususnya Dirjen Anggaran Negara, yang merangkap sebagai salah satu komisaris di BUMN. Bahwa prinsip asuransi sosial dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional berbeda dengan asuransi komersial,” ujarnya
” Jika pada putusan terakhir di paripurna terjadi perubahan keputusan Panja RUU Kesehatan pada hari ini terkait penyelenggaraan jaminan sosial. Patut diduga kuat terjadi upaya ‘mengganggu’ aset dan dana amanah melalui norma hukum RUU Kesehatan.Terima kasih untuk seluruh pimpinan dan anggota Panja RUU Kesehatan yang telah bersikap tegas pada draft usulan Pemerintah,” imbuh Rieke.
[ Niko ]