Diduga Aktivitas Penangkapan Ikan Dengan Pukat Harimau Kian Merajalela di Perairan Pantai Barat

Diduga Aktivitas Penangkapan Ikan Dengan Pukat Harimau Kian Merajalela di Perairan Pantai Barat

SIBOLGA, SUMUT || jerathukum.com

Diduga ada Aktivitas Penangkapan Ikan Dengan Pukat Harimau Kian Merajalela di Perairan Pantai Barat, saat pantauan dilapangan media joernalinakor.com , sedang bongkar ikan asil Tangkapan dengan Pukat Harimau Disalah satu tangkahan JTD dijalan Horas kelurahan Pancuran Pinang kecamatan Sambas provinsi Sumatera Utara (Sumut),pada hari Sabtu (11/3/2023) pukul 22:00 WIB.

Aktivitas penangkapan ikan dengan pukat harimau kian merajalela di perairan pantai barat. Kegiatan nelayan yang menggunakan pukat harimau dikhawatirkan akan merusak parah biota laut di perairan pantai barat provinsi Sumatera Utara.

Kita menduga, Pemerintah tidak serius dan bahkan terkesan main-main dalam menangani Pukat Harimau yang dilakukan kelompok nelayan asal Provinsi Sumatera Utara tersebut, padahal sudah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik .

Dan hampir setiap 2 Minggu sekali ditemui Pukat Harimau bertonase diatas 20 GT beroperasi diperairan pantai barat, Kondisi ini membuat nelayan tradisional sulit untuk mencari ikan di lautan.

Pengusaha berinisial A dan diduga sekalian Tekong dari yang menggunakan pukat harimau dalam menangkap ikan telah merusak biota laut perairan pantai barat. Sejumlah terumbu karang dan biota lainnya rusak.

“Bagi pelakunya dapat dijerat Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan di mana setiap dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan, melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang dapat merugikan, membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp2 Miliar.’

Sementara Pemerintah di duga hanya tutup mata , tidak memberikan perhatian, ini dibuktikan dengan tidak adanya aktifitas patroli di perairan tersebut.

“‎Kita prihatin karena nelayan menjadi korban praktek illegal tersebut dan Pemerintah menutup mata. Pemerintah seolah tak berdaya ketika berhadapan dengan kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi.”

“Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka wewenang melakukan pengawasan diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pusat. “Namun kita tetap mendesak Pemerintah Pemko Sibolga untuk melakukan langkah-langkah demi kesejahteraan dan keadilan bagi nelayan serta keamanan laut kita.

(Florentina Nst/Niko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *