JAKARTA jerathukum.com
Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi rencana event Muktamar ITHLA XI sekaligus Kemah dan Konferensi Bahasa Arab Internasional. Diselenggarakan Persatuan Mahasiswa Bahasa Arab se-Indonesia (Ittihadu Thalabah Al Lughah Al Arabiyah bi Indunisia/ITHLA), pada 27 November 2023 di Asrama Embarkasi Haji Jakarta. Dihadiri sekitar 1.572 peserta yang berasal dari 225 Kampus yang tergabung dalam ITHLA, serta 50 Peserta Istimewa dari Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.
“Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang disahkan menjadi bahasa resmi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sejak 18 Desember 1973. Bahasa Arab juga menempati posisi keenam sebagai bahasa yang memiliki penutur terbanyak di dunia. Menunjukan bahwa bahasa Arab bukan hanya milik bangsa Arab, melainkan juga milik warga dunia, termasuk Indonesia yang memiliki program studi bahasa Arab di berbagai perguruan tinggi. Melalui Kemah dan Konferensi Bahasa Arab Internasional, diharapkan bisa semakin meningkatkan sumber daya manusia, khususnya bagi Mahasiswa Bahasa Arab se-ASEAN dalam bidang akademik, kebahasaaraban, dan kepemimpinan kebangsaan,” ujar Bamsoet usai menerima pengurus ITHLA, di Jakarta, Senin (20/11/23).
Pengurus ITHLA yang hadir antara lain, Dewan Pertimbangan Hasan dan Burhan, Ketua Umum Sasti, Sekretaris Jendral Nurfaizah, dan Kabid Luar Negeri Hanafi.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, melalui acara tersebut diharapkan juga dapat meningkatkan semangat toleransi antar umat beragama. Bangsa Indonesia patut merasa bangga, bahwa merujuk pada hasill Jajak Pendapat KOMPAS pada November 2022, bahwa mayoritas responden atau sekitar 72,6 persen berpandangan bahwa masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi. Bahkan 10,4 persen diantaranya menyatakan masyarakat kita “sangat toleran”. Namun di sisi lain, hasil jajak pendapat tersebut juga mengisyaratkan bahwa khusus mengenai isu toleransi beragama, sekitar 47,6 persen responden mengungkapkan masih perlunya penguatan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan beragama.
“Persepsi senada juga tercermin dari temuan SETARA INSTITUT yang mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2022, masih dijumpai beberapa kasus yang mencederai kehidupan beragama kita. Setidaknya tercatat ada 175 peristiwa dengan 333 tindakan pelanggaran kebebasan beragama, dan 50 gangguan yang dilakukan terhadap tempat ibadah,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, dalam konteks kehidupan berdemokrasi, sikap toleransi pada ranah politik pun masih menyisakan beragam persoalan yang cukup menyita perhatian publik. Hal ini tercermin dari hasil Survei Litbang KOMPAS, yang mengindikasikan bahwa sekitar 77,8 persen responden merasa pesimis dan khawatir tergerusnya nilai-nilai toleransi pada Pemilu 2024.
“Potensi intoleransi ini ditengarai dipicu oleh beberapa faktor, antara lain rendahnya kedewasaan politik masyarakat, kurangnya keteladanan tokoh politik dalam kontestasi politik secara sehat, penggunaan politik identitas, imbas atau residu dari Pemilu 2019 yang belum sepenuhnya tuntas, dan maraknya buzzer politik. Semua faktor tersebut dikhawatirkan menjadi pemicu terpinggirkannya sikap toleran dalam kontestasi politik, dan turut memanaskan suhu politik,” pungkas Bamsoet.
(Red-Dwi)