Kota Bekasi || jerathukum.com
Sidang lanjutan Perkara Kekerasan pada anak dibawah umur, dengan Perkara Nomor. 247/Pidsus/2023/PN.Bks, yang berlangsung dipengadilan Negeri Bekasi, dengan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Hukuman, yang dilaksanakan pada hari. Selasa (15/08/23) pada Pukul. 17.00 Wib.
Setelah mendengar pembacaan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum, Pihak Keluarga korban sangat terpukul dan kecewa. Pasalnya Jaksa Penuntut umum
Hanya menuntut 1(satu) tahun terhadap terdakwa MM dalam perkara kekerasan terhadap anak dibawah umur, dan inipun, dinilai oleh keluarga korban tidak mendapatkan keadilan dan sangat mengecewakan.
Pasalnya dalam sidang tuntutan yang dilakukan oleh JPU Harsini, SH ,hanya dituntut 1 (satu) tahun penjara dan belum termasuk dipotong masa tahanan.
Menurut.ibunda dari korban FJ, Metiawati. Mengatakan, sangat kecewa setelah mendengar tuntutan JPU tersebut, mengingat terdakwa sudah jelas terbukti melanggar pasal 80,UU No. 35 tahun 2014. Masa’ hanya dihukum sangat ringan,” Jawabnya dengan rasa kesak.
“Kami meminta keadilan dari majelis hakim karena tidak sesuai dengan Pasal 80,UU No 35 tahun 2014 oleh karena itu kami sangat amat kecewa, ” ungkap Metiawati.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Noor Iswandi dan dihadiri oleh terdakwa MM (60) berlangsung singkat.
” Bukti visum dan surat keterangan dari psikolog photo photo korbanpun tidak disampaikan, JPU hanya menyebutkan akta lahir anak saya, ini kan menjadi tanda tanya saya, ada apa kenapa bukti – bukti yang memberatkan terdakwa tidak disampaikan ke majelis hakim di sidang tadi, ” kata Metiawati kecewa.
Sidang sebelumnya, juga terungkap jika terdakwa berbohong di depan majelis hakim yang mengatakan bahwa terdakwa hanya menampar korban. Padahal kata Ibu korban Metiawati anaknya dipukul dengan tangan terdakwa dengan keras sampai bibirnya terluka dan ada bukti visumnya.
Kekecewaan Metiawati sebagai Ibu korban terhadap tuntutan JPU dianggap tidak sesuai dengan hukuman yang sesuai dengan pasal kekerasan terhadap anak yang ancaman hukumnya sampai 3 tahun enam bulan.
Dilokasi Pengadilan Negeri Bekasi. Kuasa hukum korban, Saat dikonfirmasi.Marsely, SH dari DPP Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI). Mengatakan, tidak puas dengan tuntutan JPU yang hanya menuntut terdakwa satu tahun penjara. Minimal tuntutan 3 tahun enam bulan yang seharusnya menjadi hukumannya, “tegasnya kepada para awak media.
” Untuk bicara puas atau tidak puas, sudah pasti tidak puas dengan tuntutan satu tahun dikurangi masa tahanan dan lagi dia tidak menjalani tahanan, hanya tahanan Kota,” ujarnya.
Lanjut Marsely, dirinya juga kecewa karena di sidang tadi JPU hanya mengungkapkan perihal alat bukti disebutkan hanya akte kelahiran secara logikanya model visum psikolog itu tidak disebutkan.
“Sebenarnya kita menuntut keadilan ini, tindak kekerasan kepada anak dibawah umur sudah jelas terbukti dan pelakunya termasuk orang dewasa yang sudah berumur,”jelas Marseli.
Disinggung soal langkah selanjutnya, Metiawati mengatakan pihaknya tetap akan mendatangi Komisi Kejaksaan RI (Komjak) dan ke Komisi Yudisial (KY) karena banyak kejanggalan dalam persidangan kasus yang menimpa anaknya.
“Dikarenakan betul – betul kami rasakan kekecewaan karena perkara ini sudah terjadi satu tahun lalu 22 Agustus 2022 namun baru disidangkan ada apa? Padahal anak saya sampai saat ini masih trauma atas pemukulan yang dilakukan terdakwa, ” ungkapnya.
Seperti sidang sebelumnya pada 8 Agustus kemarin terdakwa mengklaim di depan majelis mengatakan bahwa keluarga korban yang membawa polisi.
“Padahal itu salah, terdakwa memutarbalikan fakta, dan kami sesalkan sekali adalah disini jaksa penuntut umum bisa mendapatkan dan melihat BAP, namun sampai saat ini kami tidak melihat BAP sama sekali,” terangnya.
“Apa isi BAP itu dan apa dakwaannya apa kami tidak tau.Di sidang pertama pun korban tidak dihadirkan dan kami tidak diberitahukan oleh JPU, mereka itu sidang sendiri, ” ucapnya.
Saat sidang kedua kata ibu korban yaitu pada tanggal 17 Juli dirinya mendapat panggilan sidang sebagai saksi korban atau pelapor melalui pesan WhatsApp dari penyidik bukan dari Jaksa Penuntut Umum.
“Saya sebagai Warga Negara Indonesia yang patuh menjalankan UU sesuai aturan negara dan negara ini adalah negara hukum. Selain sebagai orang tua, saya juga berprofesi sebagai penegak hukum. Dan saya merasakan sendiri ketidak adilan hukum di sidang anak saya. JPU sebagai wakil negara betul – betul tidak mewakili saya sebagai orang tua korban, “ungkapnya.
Untuk itu, harapannya saat sidang putusan nanti, dirinya meminta majelis hakim untuk menggunakan hati nurani dan menegakkan keadilan agar terdakwa diputuskan sesuai dengan perbuatan dan setimpal karena pelaku telah melakukan kekerasan kepada anak dibawah umur.
” Kota Bekasi yang berpredikat sebagai Kota Layak Anak semestinya penegak hukum ikut serta mendukung dan peduli terhadap perlindungan anak dan kekerasan, semoga majelis hakim terketuk hatinya,”Kata Metiawati Kepada para wartawan.
(Rhag/Dan/Rin)