CILACAP || jerathukum.com
Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Cilacap menindaklanjuti laporan Jeminem warga Winong Desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap dengan menggelar mediasi. Selasa (04/07).
Sebelumnya telah diberitakan bahwa Juminem didampingi Kuasa Hukumnya melaporkan tanah miliknya yang tertuang disertifikat produk BPN itu seluas 3882 meter persegi, namun saat dilakukan pembayaran oleh PT Sumber Segara Primadaya (S2P) PLTU Cilacap hanya dibayar seluas 3235 meter persegi, sedangkan tanah seluas 647 meter persegi belum terbayar, sehingga Jeminem atau Kuasa Hukumnya minta keadilan.
Mediasi yang berlangsung di kantor BPN dengan mengundang pihak terkait seperti perwakilan BBWS Serayu-Opak, DPUPR Cilacap, Pemerintah Desa Slarang, PT S2P PLTU Cilacap dan Pihak pelapor atau Kuasa Hukumnya.
Mediasi itu menghasilkan kesepakatan atau kesimpulan diantaranya, dipasang patok tanda batas oleh Jeminem, kemudian instansi terkait (BBWS, Pemerintah Desa, PUPR, BPN, S2P) untuk menyiapkan dokumen pendukung pembebasan tanah tahun 2003 dan dokumen lainnya. Di samping itu akan dilakukan cek lapang yang rencananya akan dilaksanakan Selasa (11/07/2023) setelah tanda batas telah terpasang.
Saat ditemui, Kuasa dari Jeminem, Amsir Sapernong menjelaskan, sudah ada kesimpulan atau kesepakatan. Dari pihak PT S2P tidak ada permasalahan.
“Jika nanti ukuran tanahnya sudah jelas, sesuai dengan bukti sertifikat. PT S2P Karangkandri tidak mempersulit melakukan pembayaran,” ucapnya.
Amsir juga menegaskan, 11 Juli mendatang akan dilakukan pengukuran ulang dan peninjauan lapangan oleh semua pihak terkait.
“Setelah itu, kalau memang sudah selesai Pihak BPN Cilacap menentukan luas tanah sisa yang belum dibayarkan,” tuturnya.
Amsir menilai, permasalahan rumitnya pembebasan lahan di Kalisabuk khususnya oleh PT S2P Karangkandri, karena belum adanya kepastian batas sepandan sungai dari pihak BBWS Serayu Opak.
“Sementara kebanyakan surat surat masyarakat itu masih SPPT atau Leter C belum hak milik atau sertifikat. Jadi ke depan akan diadakan pengukuran besar besaran, tentang wilayah tersebut,” katanya.
Amsir berpendapat, kesulitan untuk saat ini yang dialami oleh semua pihak, karena belum adanya kepastian batas antara sepadan sungai dengan luasan tanah yang ada di Leter C.
“Dari pihak BBWS tadi menjelaskan juga, bahwa pernah ada pembebasan lahan untuk perluasan sungai Kali Sabuk,” tuturnya.
Amsir juga mengingatkan kepada masyarakat apabila mempunyai bukti milik baik Leter C maupun sertifikat sah milik, agar tidak terpengaruh dengan sepadan.
“Di dalam undang undang dijelaskan bahwa walaupun lahan tersebut masuk di sepadan sungai kalau itu termuat dalam Leter C atau sertifikat, tidak akan menghalangi kepemilikan, pengolahan, maupun pembebasan,” ungkapnya
Kendati demikian, lanjut Amsir, jika akan dibangun harus izin terlebih dahulu.
“Butuh namanya rekomtek dari BBWS. Diizinkan atau tidak, tapi kalau dengan adanya sepadan 10 meter itu tidak mengurangi sertifikat masyarakat atau Leter C. Masyarakat tetap berhak mendapatkan ganti rugi,” pungkasnya.
[ Fit jh ]