SEMARANG || jerathukum.com
Dua lokasi tambang ilegal kembali ditutup oleh Tim dari Ditreskrimsus Polda Jateng. Penindakan hukum tersebut merupakan komitmen Polda Jateng untuk mencegah kerusakan lingkungan sebagai akibat dari aksi pertambangan liar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Kombes Pol Dwi Soebagio dalam konferensi pers ungkap kasus Tindak Pidana Minerba di Mako Ditreskrumsus, Jalan Sukun Raya Banyumanik, Kota Semarang pada Kamis (13/4/2023).
“(Kasus) yang pertama adalah tindak lanjut penegakan hukum ilegal mining di wilayah Limpung, tepatnya di desa Babadan Kec. Limpung Kab. Batang,” ungkap Kombes Dwi Soebagio dihadapan media.
Di lokasi tersebut, petugas mendapati aktifitas penambangan batu blondos menggunakan Excavator di lahan seluas + 1 ha. Dua orang tersangka berinisial MI dan K yang merupakan pemilik lahan serta pengelola operasional pertambangan turut diamankan beserta sejumlah barang bukti berupa alat berat dan catatan hasil tambang.
Dari keterangan saksi pekerja di lokasi, aktivitas pertambangan dimulai sejak pertengahan bulan Desember 2022 s/d 9 Februari 2023 (saat Petugas mendatangi lokasi penambangan).
Dalam sehari hasil tambang batu blondos mencapai 30 rit. Hasil tambang lalu dijual kepada masyarakat dengan harga sekitar Rp. 500.000,00 per rit.
“Potensi kerugian negara sebesar Rp. 500 juta. Proses hukum saat ini masih sedang berjalan dan kami masih melakukan kegiatan pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka,” lanjutnya.
Selanjutnya di Rembang, pihaknya juga melakukan penindakan terhadap aktivitas penambangan tanah urug seluas + 4.800 meter persegi tak dilengkapi dokumen perijinan. Lokasi tambang berada di Desa Mojosari, Kec. Sedan, Kab. Rembang.
Seorang tersangka berinisial KS yang berperan sebagai pengelola dan penangungjawab kegiatan penambangan diamankan petugas beserta sejumlah barang bukti satu unit alat berat dan satu unit dump truck.
“Penambangan tanah urug di Rembang baru berjalan kurang lebih satu bulan. Potensi kerugian negara sekitar Rp. 100 juta,” terangnya.
Diungkapkan bahwa aktivitas pertambangan ilegal tersebut sangat berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pihaknya pun bekerja sama dan membentuk tim bersama Pemprov Jateng serta stake holder terkait untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal.
“Karena ilegal mereka tidak mempunyai manajemen yang bagus sehingga berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan. Terkait hal itu, kami bekerja sama dengan kementerian Lingkungan Hidup berupaya untuk mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula,” tuturnya.
Atas perbuatannya, para pelaku pertambangan ilegal dijerat dengan Pasal 158 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ancaman pidana maksimal berupa 5 tahun penjara dan denda Rp. 100 milyar.
Fit jh