Alumni Lemhannas Kecam Keras Penganiayaan Wartawan Lubuklinggau oleh Oknum Brimob

JAKARTA || jerathukum.com

Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengecam keras perbuatan brutal yang dilakukan oleh 3 orang oknum Brimob yang menganiaya Adhio Septiawan alias Vhio, wartawan media Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) yang bertugas di Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Menurutnya, perilaku barbar para oknum tersebut merupakan hal yang tidak bisa dimaafkan begitu saja, melainkan harus diproses hukum, baik pidana maupun diberhentikan dari keanggotaan Polri.

Hal itu disampaikan Wilson Lalengke kepada jaringan media se-nusantara menyikapi peristiwa penganiayaan berat yang menimpa Vhio oleh para oknum begundal Brimob itu, Selasa, 31 Januari 2023. “Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan korban, saya kehilangan kata yang layak untuk ketiga oknum Brimob itu. Perbuatan mereka itu sangat biadab! Pimpinan Polri harus memproses para oknum itu secara pidana dan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH,” tegas Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu yang juga merupakan Pemimpin Redaksi Koran Online Pewarta Indonesia dengan situs www.pewarta-indonesia.com, Selasa, 31 Januari 2023.

Diceritakan Vhio, peristiwa kekerasan terhadap insan pers ini bermula saat korban pada Senin, 30 Januari 2023, sekira pukul 01.30 wib melintas bersepeda motor di kompleks perumahan di Jalan Cereme Dalam, Kelurahan Cereme Taba, Kecamatan Lubuklinggau Timur II, Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Ketika melintas itu, dirinya melihat adanya aktivitas keluar-masuk kendaraan dan orang, laki-laki dan perempuan, di sebuah rumah besar.

Insting wartawannya timbul, Vhio segera melakukan tugas jurnalistiknya dengan mengambil foto dan video aktivitas tersebut. Pemilik rumah, Aris Sandratama, yang kebetulan adalah pejabat di Pemkot Lubuklinggau melihat Vhio yang sedang mengabadikan aktivitas mereka. Aris lantas keluar dan marah-marah terhadap Vhio.

Tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, dan bermaksud mengkonfirmasi kembali esok harinya saja, Vhio kemudian pergi meninggalkan lokasi tersebut. Selanjutnya memutuskan untuk pulang ke rumah, namun berhenti ke pos penjagaan perumahan itu.

Kebetulan, bersama sang security perumahan Vhio kemudian pergi ke warung untuk beli rokok. Sekira lebih seratus meter berjalan berboncengan, mereka berdua dicegat oleh dua orang berpakaian Brimob bersenjata laras panjang dan satu orang pakaian preman, persis di depan Masjid Taqwa di dekat rumah yang direkam korban. Ketiga orang itu di dalam mobil, yang sementara berjalan, mereka mengeluarkan tembakan sebanyak 4 kali untuk memerintahkan Vhio menghentikan motornya.

Saat dicegat, tiga orang diduga anggota Brimob tersebut menanyakan maksud Vhio mengambil foto dan video tersebut. Sejurus kemudian ketika Vhio mencoba menjelaskan, orang-orang itu langsung menganiaya korban dengan cara memukul wajah, membanting dan menyeret korban. Setiap kali Vhio bersuara memberi penjelasan, para oknum begundal Brimob itu melepaskan pukulan ke bagian kepala dan tubuh korban.

“Tiga orang itu, dua orang seragam Brimob bersenjata laras panjang dan satu orang pakaian preman, mereka menyeret, membanting, ada yang menendang, dan memukul. Saya diperlakukan seperti teroris. Padahal saya sedang dalam menjalankan tugas wartawan karena insting saya mencurigai aktivitas di rumah itu,” terang Vhio.

Akibat keganasan para oknum Brimob tersebut, korban babak belur, mengalami banyak luka di bagian wajah sebelah kiri dan benjol di pelipis mata kiri, luka kaki dan luka bagian tangan. Vhio akhirnya harus masuk rumah sakit untuk pengobatan dan pemulihan luka-luka dan benjol-benjol yang dideritanya.

Parahnya lagi, perilaku barbar para oknum bandit ganas berseragam coklat itu tidak hanya menganiya korban. Usai menganiaya, ketiga oknum Brimob tersebut memborgol Vhio, memasukannya dalam mobil, dan membawa Vhio ke Mapolres Lubuklinggau.

“Sampai di Polres, saya tanya kesalahan saya apa dan dasar membawa saya apa. Pihak polisi di Polrespun juga bingung, apa dasar para oknum Brimob itu membawa saya ke Polres. Akhirnya saya disuruh pulang,” kata Vhio.

Menanggapi kejadian itu, Wilson Lalengke mengatakan bahwa Institusi Polri harus tegas menindak para oknum anggotanya yang berperilaku brengsek, tidak berperikemanusiaan, sewenang-wenang, arogan, dan bahkan tidak bermoral. “Sangat mungkin para oknum itu sedang dalam kondisi mabuk dan/atau mengkosumsi narkoba. Perilakunya sangat aneh, sama sekali tidak mencerminkan sebagai manusia yang dididik dengan mental ‘kepolisian’ yang harus melayani, melindungi, mengayomi dan menolong rakyat. Otak, hati dan jiwanya seperti mahluk barbar, tidak berperadaban. Memborgol orang tanpa alasan yang jelas, tanpa melalui prosedur hukum yang sah, tanpa surat penangkapan atau penahanan, itu namanya penculikan. Sangat berbahaya jika Polri terus memelihara anggota semacam para oknum Brimob tersebut,” jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris ini.

Oleh karena itu, sambung Wilson Lalengke, pihaknya mendesak Kapolri untuk mengevaluasi seluruh anggotanya, dari level teratas hingga ke level terendah. “Jumlah oknum polisi yang di luar ‘standar polisi’ sudah melebih batas normal. Tinggal sedikit sekali jumlahnya yang masih tergolong polisi yang benar-benar polisi. Jadi, para anggota Polri seperti ketiga oknum Brimob di Lubuklinggau itu, seharusnya diberhentikan saja, jangan dipelihara. Bodoh sekali bangsa ini mau saja membiayai kehidupan oknum aparat bermental barbar semacam itu,” tutur tokoh pers nasional, yang terkenal getol membela wartawan dan warga yang terzolimi, ini menutup pernyataan persnya.

( Red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *